Dipublikasikan pada 24/05/2016 | 0:12 WIB
Program “e-Bansos”, yaitu penyaluran secara non tunai di berbagai negara membawa banyak dampak positif. Di antaranya, pengurangan kebocoran dan penurunan biaya keseluruhan.
Salah satu tantangan utama penyaluran bantuan sosial, program
prioritas pemerintah, adalah memastikan bantuan diterima oleh orang yang
tepat. Hal ini terkait erat dengan data keluarga dan individu yang
kurang mampu. Bagaimana memverifikasi data tersebut? Serta bagaimana
mengetahui jika keluarga atau individu yang tadinya masuk kategori
miskin dan kemudian berubah atau membaik kelas sosialnya (baca: lebih
sejahtera)? Itu adalah contoh pertanyaan-pertanyaan penting yang tak
mudah dijawab.
Apalagi jika berbicara tentang nasib puluhan juta orang. Data dari
Tim Nasional Percepatan Pengentasan Kemiskinan (TNP2K) menunjukkan ada
sekitar 40% penduduk yang paling rendah status kesejahteraannya,
berjumlah 24, 7 juta rumah tangga atau 96 juta individu. Satu persen
saja yang salah sasaran berarti, 247 ribu rumah tangga tidak
mendapatkan haknya.
Persoalan ini, sesungguhnya akan lebih mudah teratasi, jika sistem
dan mekanisme penyaluran bantuan sosial menggunakan teknologi digital.
Artinya, bantuan sosial tidak lagi dilakukan dengan menggunakan uang
tunai, tapi secara elektronik (non tunai).
Analisis yang dilakukan oleh Bank Indonesia, menunjukkan terdapat
sejumlah keuntungan yang dapat diraih jika “e-Bansos” dapat diterapkan.
Pertama, dengan cara ini penerima tidak harus menarik seluruh bantuan
yang diterima. Artinya, terdapat insentif bagi penerima untuk menyimpan,
memupuk aset, dan mengelola keuangan. Kedua, terkait dengan itu,
kontrol penerima terhadap uang yang diterimanya juga tinggi. Ketiga,
tingkat transparansi juga lebih tinggi, karena data elektronik menyimpan
semua transaksi yang dilakukan.
Keempat, kecepatan dan waktu penyaluran akan menjadi lebih baik,
karena berlangsung secara otomatis. Kelima, waktu penarikan bagi
penerima pun menjadi lebih fleksibel dan tidak harus menunggu hingga
periode tertentu. Keenam, biaya administrasi akan menjadi lebih efisien
secara agregat. Ketujuh, proses rekonsiliasi dapat berlangsung dalam
satu hari (online). Kedelapan, tingkat inklusi keuangan masyarakat akan secara otomatis meningkat dengan adanya sistem ini.
Terakhir, aspek pengelolaan keuangan dan keterhubungan masyarakat
dengan perbankan, sebetulnya adalah satu satu variabel penting untuk
mempercepat pengentasan kemiskinan. Masyarakat penerima bantuan sosial
yang telah terhubung dengan bank akan mudah terpantau kemampuan
pengelolaan keuangannya. Pihak bank akan memiliki data tentang individu
mana yang layak untuk mendapatkan fasilitas perbankan – misalnya kredit
usaha rakyat – untuk menaikkan status sosial-ekonominya.
Di negara-negara lain sudah cukup banyak pelajaran positif dari penerapan bantuan sosial secara non-tunai (Banking the Poor via G2P Payments, CGAP, 2009). Di India, cara ini mengurangi kebocoran dan kesalahan target serta pengurangan fraud
sebesar 47%! Di Nigeria, biaya-biaya lain dalam penyaluran turun hingga
20%. Di Afrika Selatan, biaya distribusi hanya sepertiga dari
penyaluran tunai (atau turun hingga 62%). Di Brazil, biaya transaksi
turun dari 14,7% menjadi 2,6%. Di Kolombia, terjadi penghematan 15%
biaya perjalanan dan waktu tunggu dari rata-rata 5 jam menjadi hanya 30
menit.
Di Bolivia, Peru dan Filipina, rata-rata simpanan para penerima
bantuan meningkat 16% ketika diingatkan melalui SMS untuk menabung. Di
Meksiko dan Nepal, pembukaan rekening bagi penerima bantuan, juga
meningkatkan budaya menabung.
Ada juga nilai positif bagi produktivitas. Hal ini terjadi di Malawi, setelah penerapan subsidi via elektronik, output
petani meningkat sebesar 21%. Di Kenya, peran perempuan di pedesaan
menjadi meningkat setelah mereka mampu mengontrol keuangan dan tingkat
konsumsinya. Sehingga terjadi peningkatan pada aspek kesehatan,
pendidikan, dan produktivitasnya.
Fakta-fakta tersebut merupakan alasan kuat pemerintah untuk
menggulirkan “e-Bansos”, jika sebelumnya telah melakukan uji coba dua
kali. Berita gembiranya, hal ini akan segera dimulai pada 100
kabupaten/kota. “Mulai Juni penyerahan dana bantuan sosial sudah akan
memulai menggunakan keuangan digital,” kata Menteri Sosial Khofifah
Indar Parawansa saat memberikan bimbingan kepada peserta Program
Keluarga Harapan (PKH) di Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu 7 Mei 2016.
No comments:
Post a Comment